TOURISMEGASPE — Jakarta – Obat seharusnya membantu menyembuhkan, bukan justru menciptakan ancaman baru. Namun, penggunaan obat terutama antibiotik dan antimikroba yang tidak tepat bisa memicu masalah serius yakni resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR).
Resistensi antimikroba yakni kondisi saat mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit menjadi kebal terhadap obat-obatan yang semestinya mampu membunuh atau menghambat mereka.
Terkait hal ini, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jakarta mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak menggunakan obat. Jika tidak, konsekuensinya bisa fatal dimana penyakit infeksi akan semakin sulit diobati, biaya pengobatan meningkat, dan risiko kematian bertambah.
Penggunaan antimikroba secara sembarangan dapat mempercepat munculnya mikroba kebal obat,” ujar Kepala BBPOM Jakarta, Sofiyani Chandrawati Anwar mengutip Antara.
AMR menjadi tantangan global yang nyata dan terus meningkat, termasuk di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan AMR secara langsung bertanggung jawab atas 1,27 juta kematian dan berkontribusi terhadap 4,95 juta angka kematian orang di dunia pada tahun 2019.
Maka dari itu, edukasi yang tepat dan perilaku penggunaan obat yang bijak diharapkan mampu memperbaiki perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Harapannya, ancaman resistensi antimikroba dapat ditekan untuk masa depan generasi yang lebih sehat dan terlindungi.
Terapkan Prinsip DAGUSIBU
BBPOM Jakarta mengingatkan prinsip “DAGUSIBU” (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) agar bisa mengonsumsi obat dengan tepat.
Salah satu kegiatan edukasi yang dilakukan, yakni dalam bentuk Sosialisasi Edukasi Obat dan Makanan Lewat Layar untuk Masyarakat Jakarta) dengan tema “Resistensi Antimikroba: Bahaya Nyata, Saatnya Cegah Bersama” pada Rabu, 25 Juni 2025.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya strategis dalam mendorong peran aktif masyarakat, lintas sektor dan komunitas untuk memutus rantai penyebaran resistensi antimikroba.
Prediksi Angka Kematian Akibat Resistensi Antimikroba
Lebih dari satu juta orang meninggal karena resistensi antimikroba dalam setahun di seluruh dunia antara tahun 1990 dan 2021 menurut Jurnal The Lancet.
Dengan tren yang ada saat ini, para peneliti menggunakan pemodelan untuk memperkirakan jumlah kematian langsung akibat antimicrobial resistance (AMR) atau resistensi antimikroba akan meningkat sebesar 67 persen hingga mencapai hampir dua juta per tahun pada tahun 2050.
Hal ini juga akan berperan dalam 8,2 juta kematian tahunan lebih lanjut, lonjakan hampir 75 persen, menurut pemodelan tersebut.
Dalam skenario ini, AMR akan secara langsung membunuh 39 juta orang selama seperempat abad berikutnya, dan berkontribusi terhadap total 169 juta kematian, tambah penelitian tersebut.
Namun, skenario yang tidak terlalu mengerikan juga mungkin terjadi. Jika dunia berupaya meningkatkan perawatan untuk infeksi berat dan akses ke obat antimikroba, hal itu dapat menyelamatkan nyawa 92 juta orang pada tahun 2050, menurut pemodelan tersebut.
“Temuan ini menyoroti bahwa antimicrobial resistance (AMR) atau resistensi antimikroba telah menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan selama beberapa dekade dan ancaman ini terus berkembang,” kata rekan penulis studi Mohsen Naghavi dari Institute of Health Metrics yang berbasis di AS dalam sebuah pernyataan mengutip Global Health.