TOURISMEGASPE — Jakarta – Budayawan Mohammad Sobary menilai, keberadaan industri kretek sebagai komoditas strategis nasional sedang menghadapi tekanan yang berat.
Ironisnya, kata dia, tekanan ini justru dilakukan oleh kalangan bangsa sendiri. Menurut Sobary, kedaulatan petani tembakau dan cengkeh dihancurkan secara sistematis melalui intervensi legislasi.
Budayawan Mohammad Sobary menyebut, konspirasi global dan intervensi asing semakin kuat menggerogoti kedaulatan bangsa.
“Pemerintah ditekan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan representasi kekuatan global yang merongrong kedaulatan bangsa. Kekuatan global itu diwakili FCTC sebagai bentuk kolonialisme dengan jubah baru,” ujar Sobary di Jakarta, melalui keterangan tertulis, Minggu (22/06/2025).
Dia mengatakan, aksesi FCTC ini memiliki dampak penghancuran terhadap industri kretek nasional, karena didalam 38 butir Pasal di dalamnya bertujuan untuk melarang penyebaran produk hasil tembakau.
“Sikap pemerintah untuk tidak meratifikasi FCTC sudah tepat, itu semata demi menjaga kedaulatan nasional,” kata doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial UI itu.
Menurut Sobary, saat ini industri kretek nasional menghadapi berbagai tantangan besar, terdapat 500 peraturan, baik fiskal dan nonfiskal, yang dibebankan pada industri kretek.
Dia menjelaskan, padatnya aturan (heavy regulated) tersebut berekses negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated, lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui FCTC-WHO.
“Salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Tahun 2024 mencapai Rp 216,9 triliun atau 94,1% dari target Rp. 230,4 triliun. Produksi rokok legal juga terus mengalami penurunan,” papar Sobary.
Pendapat Negara dari Cukai Rokok
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1360915/original/045635300_1475232910-20160930--Bea-Cukai-Rilis-Temuan-Rokok-Ilegal-Jakarta--Faizal-Fanani-09.jpg)
Sobary menegaskan, Indonesia memiliki alasan-alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC.
Pertama, kata dia, Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap komoditas tembakau dan produk hasil tembakau. Negara sangat bergantung pada komoditas ini sebagai pendapatan negara.
“Pada tahun 2024 pendapatan negara yang dipungut dari cukai rokok sebesar Rp216,9 trilun,” ucap Sobary.
Kedua, lanjut dia, Indonesia memiliki produk hasil tembakau yang khas, yakni kretek. Ketiga, kata Sobary, Industri kretek merupakan industri yang memberikan manfaat besar bagi rakyat Indonesia.
“Terdapat 6 juta orang yang dihidupi dari industri ini. Keempat, industri kretek selama ini terbukti merupakan industri yang tahan terhadap berbagai hantaman krisis,” ucap dia.
Berikan 3 Rekomendasi
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5252084/original/088002600_1749857305-WhatsApp_Image_2025-06-13_at_14.53.35.jpeg)
Atas keprihatinan terkait gerakan anti tembakau yang mengancam kedaulatan nasional, Sobary menyodorkan 3 rekomendasi. Pertama, kata dia, menolak semua bentuk intervensi kepada pemerintah untuk mengaksesi FCTC.
Kedua, lanjut Sobary, menolak semua bentuk produk hukum yang mengancam kedaulatan petani tembakau dan cengkeh, seperti PP 28 tahun 2024, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), dan aturan-aturan lain yang mematikan kelangsungan industri kretek nasional.
“Ketiga, melawan semua bentuk gerakan dan konspirasi dari mana pun yang berupaya menghancurkan kedaulatan kretek nasional,” ucap dia.
“Kami menghimbau kepada masyarakat luas agar tidak terjebak oleh segala bentuk gerakan anti-tembakau yang menggunakan berbagai isu untuk menghancurkan kedaulatan nasional,” tegas Sobary.